10 May 2007

Episode

Senantiasa bersama membuat kita semakin lupa bahwa kita bukan satu. Jika saja kita perlu tau untuk apa kita bersatu, dan apa bedanya jika kita tetap bersama. Perlahan segalanya berakhir tanpa harus di akhiri.

***

Dika, seorang anak muda yang kesepian ditengah keramaian yang berkenyamuk. Mungkin di luar sana semua tak seburuk yang ia bayangkan. Semuanya terdengar begitu menakutkan, bahkan untuk menutup telinga saja ia butuh empat tangan yang tiap tangannya berjari 2x lipat dari jumlah manusia normal. Dan di tambah dengan bantuan bantal yang di akhiri dengan kuncian pintu yang takmungkit terbuka jika tidak di di dobrak.
Dika, entah seberapa dalam ketakutan yang ia alami dalam 12 jam terakhir, ia ada dalam situasi yang memaksanya untuk berpura-pura tidur. Bahkan rasanya ia ingin pura-pura mati. Untuk apa bersama jika hanya kesendirian yang ia rasa. Dunianya yang hiruk dengan teriakan dan tangisan yang sendu, dan harus memilih antara berteriak dan menangis, hingga keduanya mati.

***
Perbuatan mereka membuatnya semakin tak bisa berfikir. Akhirnya ia menjadikan mimpi-mimpi sebagai kereta masa, untuk membantunya melompati tiap saat riuh yang ia takuti. Ia tak pernah takut pada gelapnya kamar tidur, bukan juga pada sepinya malam, bahkan ia menikmatinya. Ia hanya takut pada sebuh pilihan, sebuah hal yang pasti ia temui dalam tiap langkah kehidupan, bahkan tiap detiknya.
Jika saja Dika harus memilih makanan mana yang ia akan santap lebih dahulu, dia akan memikirkannya untuk saat yang lama. Jika Dika harus memilih minuman mana yang lebih dulu untuk ia minum. Mungkin hanya ada satu jawaban untuk itu, dan kamu dapat memastikannya.
Ia perlu sebuah rumah sakit yang super canggih agar bisa memberinya terapi untuk kesembukan diri dalam akalnya, hatinya, jiwanya, dan raganya.
Atau sebuah tempat untuk bercerita tentang kegilaannya.
Dan ditmbah dengan seorang ahli yang sanggup mengubah kehidupannya.
***

Sebuah AGAMA menyadarkannya dari kepura-puraannya selama ini.
Dika menghampirinya dengan hati-hati, Agama yang sudah di perkenalkan dan ia lihat dalam keseharian yang lama. Buakan sejenak dia berfikir untuk menyelam dalam samudra yang sejernih mutiara liar, secerah cahaya murni, sedalam langit dan seisinya, sesempurna ikatannya, secanggih keteraturan, yang tak sebanding dengan kata-kata. Walaupun dengan kata-kata itu ia dapat mengerti inti darinya, dan tujuannya. Di dalamnya ia dapat belajar memilih dan menjadi orang terpilih untuk memilih. Bukan berlari atau berpura-pura mati, bisu, buta dan tuli.
”Hidupku akan selamanya dalam keabadian, kehidupanku cukup sampai disini saja.”

No comments: