08 July 2007

INTIFADHOHKU... TERLUKA

kulihat segulat kesedihan diwajahnya. matanya memangdang lurus ke depan. mukanya kaku. perlahan, seuntai tetesan bening mengalir dari kelopak bawah matanya. lama kemudian, tubuhnya berguncang. isak demi isak mulai bernyanyi. melantunkan nada khasnya.
aku tak tega membiarkan ia sendiri. tak pantas,jika aku hanya berdiam diri. perlahan ku hampiri ia.
kutepuk pundaknya pelan dan tanganku bertengger lama di pundaknya. ia menoleh perlahan. pandangan matanya menghujam hatiku. adaperasaan iba padanya.
aku kaget saat ia telah bangkit dari duduknya. ia kini mengegegam erat tanganku. mutiara dari matnya semakin deras di hasilkan. bibirnya milai bergerak-gerak. sesekali ia menggigit bibirnya. sedalam itukah kepedihan yang menimoanya?
"aduh...!" aku menjerit kecil saat ia memelukku tiba-tiba. hampir saja aku tidak bisa bernapas. ia memelukku dengan sangat. lalu, tangisnya pecah.
lama aku terheran-heran, perlahan ku usap punggungnya. mencoba mengambil sedikit beban perasan yang tengah ia hadapi.
"mereka menyakitiku lagi, saudaraku..."katanya di sela-sela isak tangisnya.
"lagi...?" aku bertany, kurang paham dengan perkataannya tadi.
"tak tahu berapa kali mereka berbuat begitu!"jawabnya.
"beberapa kali? maksudmu...?"
"ya... sudah lama mereka terus-menerus berbuat begitu. aku tak mampu menahanya..." ia melepaskan pelukannya . tapi, aliran di matanya masih basah.
"jadi, janji-janji mereka itu..."
dia tertunduk. tangisnya pecah lagi. aku peluk ia kembali. ada rasa yang sesak, bercampur marah dan sedih. apalagi dulu pendahuluku menitipkan ia padaku. dan saat waktunya dia kutitipkan pada mereka...? sungguh... tak akan aku maafkan.
@ @ @
"janji..?! kalian akan menjaganya?" tanyaku pada mereka dulu. saat pelantikan angkatan pertama, yaitu mereka.
diam. hanya itu yang mereka bisa lakukan.
"kami agak sedikit ragu, kak!" jawab sang ketu diantara mereka.
"ragu kenapa? apa sebab begitu?" tanya ku sambil mengililingi mereka.
"kesatuan" jawab salah seorang diantara mereka. yang memiliki perawakan yang cukup tinggi untuk seorang lelaki. yang kini ia menjabat sebagai seorang wakil ketua. sorot matanya tajam. dan mulutnya yang tadi berucap kini tertutup rapat,kemudian tersenyum tipis saat ku pandangi wajahnya. namanya birin.
"apa sebab jawabanmu demikian, birirn...?"
semua orang memandangnya. tatapan mereka membuatku sedikit kaget. suasana pagi hari ini menjadi panas. bahkan, mengalahkan mentari yang kini bersembunyi di balik awan.
"hhmm..., sebab kekeringan dalam ukhuwah." jawabnya mantap sambil menyeringai.
"iya, kak. itu yang terjadi pada kami" sambung ogi sang ketua. ia tertunduk seolah ada beban perasaan yang sangat berat.
ku tepuk pundaknya dan sedikit ku remas. senyuman ku ukir di bibirku dan ku berikan padanya.
"percaya diri, berpikir positif, maka lingkungan akan mempositifkan kamu. itu kuncinya"aku memberi solusi padanya. dan aku tersenyam kembali untuknya.
ia membalas senyumanku. bibirnya ia tarik datar dan kering. setelah itu ia memperlihatkan giginya. seolah ada ragu yang ingin ia katakan.
"insya Allah. tapi, saya kurang yakin." jawabnya kemudian
"pasti bisa, ada yang lain di belakangmu. tabah dan sabar."kataku terakhir.
ku tatap mereka semua. dan ku tatap pula dia, yang dulu pemulaku, menitipkan ia padaku. ku peluk ia erat-erat.
"saudaraku, ku titipkan engkau pada mereka. berbahagialah. anyak yang akan merawatmu." kataku padanya. ia mengangguk.
mobil perpisahan telah datang, aku menaikinya. lalu mobil pun melaju. lambaian tanganku memutuskan pita penghalang. ada sesuatu yang jatuh dari mataku. perlahan dan kemudian menderas. pandabgan mataku kabur-kaburan. ada rasa di hati. tapi, inilah hidup. perjalanan panjang.
@ @ @
"kini semuanya berakhir, saudaraku. tapi, ada harapan saat kau jawab panggilanku."ia menyadarkanku dari lamunanku.ia mengajakku dudk di tempat ia termangu tadi. kemidian, ia menatapku tajam.
"kemana saja kau selama ini? mengapa klau tak memberi kabar, seperti apa yang kau janjikan dulu?"tanyanya.
aku terkujut. ku tatap matanya yang penuh dengan pertanyaan. tak sampaikah kabarku padanya? mustahil. bisik hatiku.
"oh ya? aku sudah berkali-kali kirimi kau kabar tentang ku. tapi, kau yang tak membalasnya." jawabku
"berkali-kali? satupun aku tak pernah baca. apalagi mendengar dari mereka kabar datangnya suratmu."
"benarkah?!" dia mengangguk mantap. "kurang ajar! ini tidak bisa di maafkan." aku menjadi geram terhadap mereka. apa itu yang dulu mereka katakan ragu?
kulihat mereka yang kini tengah mendidik angkatan baru, penerus pengasuh bia, yang kini duduk bersamaku.
sungguh beda, apa yang dulu aku ajarkan pada mereka, dengan apa yang mereka ajarkan pada didikan mereka. menyimpang jauh.
perlahan ogi dan birin mendekatiku. kupandangi mereka berdua. mereka tertunduk, entah malu atu merasa bersalah.
"maafkan kami, kak" ogi dan birin memelukku tiba-tiba, saat aku berdiri untuk bercakap-cakap dengan mereka.
"maafkan kami yang tidak bisa membimbing mereka dalam mengasuh dia." birin ikut berbicara.
isak tangis terdengar dai mereka berdua. tubuhku ikut bergetar karena goncangan mereka. betapa dahsyatnya ragu mereka!
kulepaskan pelukan mereka. kutatap satu persatu dan mereka masih tertunduk.
"sudah saya coba berkata dari hati ke hati. tapi, saran dab solusi yang saya ketengahkan pada mereka di tolak habis-habisan. malah mereka menerorku dan mengucilkanku"kata birin saat sudah berhenti tangisannya.
"kenapa tak kau adukan padaku?"
"saya bingung,kak. saya merasa sangat tertekan. tidak tahu kemana saya berkeluh kesah."
"apa saja yang membuat dia,intifadhohku, rohisku terluka?"
"munakahat, bercanda terlalu akrab seolahhijab yang di pakai akhwat tidak pernah ada. bercanda sambil memukul lengan atau apa saja. jauh dari dulu ketika kakak ada."
aku menyengrikan dahiku. pantas di seberang sana aku tidak tenang. selalu memikirkan mereka. pantas suratku tak pernah berbalas.
dan kenyataan pun hadir dengan penuh kesadaran. kulihat pemandanganyang sungguh menyesakkan.ada yang sengaja meminta di foto berdekatan. dan yang lebih parah, ada yang berboncengan naik motor, ikhwan akhwat. harus bagaimana aku bertindak?
bertambah geram terus diri ini. bagaimana tidak. saat suara akhwatnya di lantangkan.
"terserah kakak, mau diapakan mereka sekarang. jadwal kegiatan sedang kosong."kata ogi seolah mengkompori aku.
"baik, memang sudah tidak bisa didiamkan lagi."
kutatap intifadhohku yang kutitipkan pada mereka. harus dengan tangan ini aku menyembuhkan saudaraku itu. aku harus segera bertindak.lalu ku sambar megaphone yang ada di atas meja.
"panitiaa... kumpul...!!!" teriakku dari megaphone di tengah lapangan. mereka terpogoh-pogoh menghampiriku. mungkin mereka berrtanya kenapa aku menyuruh mereka berkumpul.
dan saat mereka sudah berkumpul, harus benar-benar ku tumpahkan kekesalanku. demi intifadhohku, rohisku. agar ia tidak terluka lagi.
@ @ @

No comments: